Ayah dan Bunda, Jangan Perlakukan Anakmu Sebagai Benda Mati
Cari Berita

Advertisement

Ayah dan Bunda, Jangan Perlakukan Anakmu Sebagai Benda Mati

Profesi Guru
Rabu, 15 April 2020

Ayah dan Bunda, Jangan Perlakukan Anakmu Sebagai Benda Mati
Anak Sebagai Benda Mati

Menganggap Anak Sebagai Benda Mati ? Mungkinkah?


Menganggap anak sebagai benda mati. Lho, kok kesannya ekstrim sekali  ya? Mana mungkin orang tua akan menganggap anak sebagai benda mati, seperti halnya meja, kursi, pintu, dll. Orang tua mungkin spontan akan menjawab tidak pernah memperlakukan anaknya begitu.

Hanya orang tua yang kejam yang akan menganggap anaknya benda mati. Eits…jangan emosi dulu ayah bunda…Yang kita maksud adalah dalam aspek spikologisnya, bukan dalam aspek fisik.

Baca Juga: 10 Cara Guru Memberikan Motivasi Siswa Dalam Belajar

Ada beberapa perlakuan orang tua kepada anak yang akan terkesan menganggap anaknya sebagai benda mati. Orang tua mungkin tidak menyadarinya, tetapi hasilnya akan dirasakan oleh sang anak.


Anak Dibentuk dan Dibuat Sesuai Keinginan Orang Tua


Pertama, seperti halnya benda mati, anak dibentuk dan dibuat seperti apa yang diinginkan orang tua. Orang tua seperti membuat kue yang menggunakan pola atau cetakan tertentu agar kuenya terbentuk bagus dan sesuai selera.

Baca Juga: 3 CARA EFEKTIF MENASEHATI ANAK TANPA MARAH DAN MEMBENTAK

Sebagai contoh, orang tua memaksa anak agar masuk jurusan MIPA, padahal anak ingin memilih jurusan IPS atau yang lain.

Memang sih, orang tua akan selalu punya alasan yang dianggap baik ketika anaknya disuruh masuk jurusan MIPA misalnya dengan jurusan MIPA nanti banyak jurusan yang bisa dipilih diperguruan tinggi atau kalau anaknya di jurusan IPS khawatir akan terbawa arus oleh anak IPS yang cenderung dianggap kurang serius dalam belajar dan lebih banyak hura-hura.

Orang tua juga menganggap bahwa kalau anaknya di jurusan MIPA, berarti anaknya hebat, karena hanya anak-anak yang pintar yang bisa masuk jurusan MIPA.

Padahal mungkin anaknya akan merasa tersiksa menjalani pendidikannya karena tidak sesuai dengan minat dan kemampuan akademiknya. Kasihankan?

Baca Juga: Pentingnya Motivasi dalam diri Siswa yang Merupakan Syarat Mutlak dalam Belajar

Contoh lain, orang tua cenderung memilihkan baju yang akan dipakai oleh anak balitanya setelah selesai mandi atau bepergian. Biasanya kita akan memilihkan baju yang kita suka dan yang paling cocok dengannya.

Padahal anak mungkin ingin juga memilih sendiri baju yang akan dipakainya. Sebenarnya ini adalah kesempatan bagi anak untuk belajar membuat keputusan sendiri, mengembangkan minatnya, dan belajar selektif dalam menentukan prioritas.

Eits. Tunggu dulu, tentu saja orang tua menginginkan yang terbaik untuk anaknya.  Nah, cara menjadikan anaknya yang terbaik itu yang kadang tanpa disadari  orang tua menganggap anaknya seperti benda mati.

Orang tua membuat target untuk anaknya sesuai dengan standar orang tua. Orangtua lupa bahwa anak juga punya keinginan, perasaan, dan harapan-harapannya sendiri. Ia adalah manusia yang punyak hak  juga untuk menentukan apa yang dia inginkan dan butuhkan.

Baca Juga: Menilik Pentingnya Pendidikan Karakter Anak Sekolah

Anak tidak punya pilihan selain menuruti apa yang diperintahkan orang tua. Anak dibentuk seperti  keinginan orang tua.

Sangat boleh bagi orang tua untuk mengarahkan anaknya kepada yang baik menurut orang tua, tapi arahkan dia sesuai dengan usia dan perkembangannya.

  • Jika anak sudah remaja, maka ajaklah dia dalam membuat keputusan.
  • Jika dia masih usia anak-anak, maka ”giring”  dan arahkan dia untuk mengambil keputusan.
  • Terima dulu kalau anak tidak setuju dengan keputusan kita, kemudian lakukan diskusi dan arahan yang  tepat.



Menyamakan Perlakuan Kepada Semua Anaknya


Makna lain dari menganggap anak sebagai benda mati adalah orang tua menyamakan perlakuan kepada semua anaknya. Lihatlah, bahwa satu benda dapat dibuat dengan bentuk yang persis sama dengan benda lainnya.

Baca Juga; Inilah 7 Manfaat Pendidikan Karakter Yang Diterapkan Sejak Dini

Setiap benda itu juga bisa diberikan perlakuan yang sama. Tapi berbeda halnya dengan anak kita. Setiap anak adalah unik. Allah sangat kreatif dalam menciptakan manusia, tidak ada manusia yang persis sama dengan yang lain, meski kembar siam dengan satu telur sekalipun. Tetap akan ada bedanya.

Begitu juga dengan anak-anak kita. Anak pertama, akan berbeda karakternya dengan anak kedua, berbeda juga dengan anak ketiga. Anak bungsu mungkin akan jauh berbeda dengan anak sulung.

Nah, dalam memberikan pengasuhan kepada semua anak-anak kita harus kita sesuaikan dengan karakteristiknya, usia dan tahap perkembangannya.

Sebagai contoh dalam hal kecil  saja, cara membangunkan anak dari tidurnya ketika waktu Subuh datang. Anak pertama mungkin dengan dua kali memanggil namanya, ditambah sedikit tepukan lembut dibahunya, ia sudah bangun.

Baca Juga: 7 Manfaat Pendidikan Karakter Anak Sekolah

Tapi anak kedua, mungkin tidak bisa dengan cara tersebut. Ia tidak bisa dibangunkan dengan dua kali panggilan, tapi harus dibangunkan berulang ulang.

Nah dalam kondisi ini, orang tua harus bersabar menghadapi anak kedua. Jangan bandingkan dia dengan kakaknya. Orang tua dituntut untuk kreatif dalam menghadapi anak-anaknya.


Menganggap Anak Sebagai Piring Kotor


Makna ketiga, orangtua menganggap anak sebagai piring kotor dan bisa “dilaundry”. Pada saat anak sudah menunjukkan prilaku buruk dan  jauh dari harapan orang tua, muncul ide orang tua untuk “memperbaikinya” di bengkel.

Baca Juga; Faktor Pendukung Dan Penghambat Pendidikan Karakter Anak Sekolah

Sekolah dan guru diharapkan dapat mendidik anaknya menjadi lebih baik. Anak dimasukkan dalam pesantren dengan harapan bisa merubah prilakunya. Berharap anaknya bisa menjadi anak baik dan sholeh.

Padahal pendidikan yang pertama dan utama itu tetap adalah keluarganya. Ayah sebagi kepala sekolahnya dan ibu sebagai gurunya.

Itulah tiga hal yang kadang tanpa kita sadari mungkin telah kita lakukan pada anak-anak kita, sehingga mereka kita perlakukan sebagai benda mati.

Baca Juga: Pendidikan Karakter Anak Sekolah, Terobosan Baru Tanamkan Nilai-Nilai Moral Bagi Generasi Muda

Mungkin kita tidak lihat efeknya sekarang, tapi kelak akan turut menentukan anak-anak kita akan menjadi anak yang seperti apa dimasa depan.

Ayah dan bunda, mari belajar terus menjadi orang tua. Belajar sepanjang hayat.

Penulis: Neli Wardani
Melalui: GURUSIANA